Temu

on 09.02

Biru,
Riak riak kadang membelah lautan
Membuka celah, dan jalan
Agar aku menuju kr tepianmu.
Namun, kau abaikan anginmu, Biru
Membuat ombak menggulung dirinya, merta menenggelamkanku
Dalam langkah langkah sendu

Biru,
Tahukah kau, bulir bulir pilu ini sangat terasa
Tak ku bagi, Biru, walau pedas dan sesekali pahit
Hingga getir ingin kusudahi.
Tapi, temu ini membuat buih buih kecewa terbuang gulungan ombakmu.
Terhempas jauh. Jauh sekali.
Meniupkan angin, dan merobohkan ranting - ranting kering putus asa.

Temu,
Kala temu mengundang kita,
Kala temu menautkan pandangan kita,
Kala temu sepersekian detik ini memporak porandakan sebagian besar suasana hatiku.
Kau tahu, Biru, aku bahkan tak yakin akan sanggup menata hatiku lagi.

Kau tertawa saat itu, Biru. Biar, aku menyukainya, sayang.
Tapi, Biru, kala getir - getir pilu itu terlalu banyak kutelan,
Aku hanya akan melihat gelap setelahnya.
Dan kuharap dalam ombakmu aku tergulung.
Tenggelam.
Menghilang.
Dan tak akan mencapai tepianmu.

00:01
8 - 12 - 2016

18/11

on 20.21

I have thankful, to have met someone like you
You always made me smile
I were in love, thank you, thank you so much.
You went through so much
For holding onto me, who lacked
I really hope for your happiness
Now I know love, I know
Thank you
I’m just looking at you, this is for us
Seeing you, endlessly shedding tears
Without a word, now I know love
Now I learned heartbreak
After a lot of time passes, and we get over a little
Let’s think about meeting up once
I really loved you, I was happy because of you
We know it’ll be hard, suddenly it feels so scary
So as we say our last goodbyes, let’s close our eyes and smile
Heartbreak has comes to me, this is for us
I just stood there for a moment
Because it seemed like you’d come back
Now I know love
Now I learned heartbreak again
Love you, love you
Always in my heart

Pertanyaan Tengah Malam

on 10.10

1. Ketika aku mengetahui fakta bahwa aku menyukai dua orang,  bagaimana cara membedakan bahwa yang satu adalah "perasaan kagum", Dan satunya perasaan bahwa "aku jatuh cinta" ?

2. Apakah salah jika aku juga mengagumi atau bahkan jatuh cinta dengan orang yang sama dengan temanku,  walaupun aku (akan selalu) tidak berharap banyak?

Well, soon,  gonna upload something about my sickness lately..
This gonna about me and two different guys that make me always act annoying all day long.
Seems like I'm gonna fall into two hearts -sobs.

Detak di detikku

on 20.51

Bersamamu, sedetik yang berlalu adalah masa yang melesat begitu jauh mengitari bukit-butit rasa. Ada rindu disana membaur dalam gelak tawa, desah manja, titik-titik airmata, juga penantian yang mengikat dirinya pada tepian luka. Detik pertama, kueja namamu. Detik kedua, kuuji yakinku. Detik ketiga, kutimang rindu. Detik keempat, cintaku berdetak di nadimu. Dan, seterusnya detikku berdetak di lipatan waktu menunggu rengkuh jemarimu tautkan hati kita, satu

Sebagai yang tertulis

on 07.16

Cinta, kasih dan sayang. Ketiganya tertulis di dalam Kamus Besar Indonesia lengkap dengan artinya. Lalu, aku menemukan arti sesungguhnya saat bersamamu, merasakannya bukan lagi sebagai kata yang tertulis, tetapi lebih dari itu, dengan hati aku menuliskannya. Aku berkenalan lagi dengan ketiga kata itu saat bertemu denganmu. Aku bersahabat lagi dengan ketiga kata itu saat harapan menaungi getarku, bersamamu. Aku ingin terjun bebas dengan ketiga kata itu saat rindu memasung titik titik sunyi dalam gerimis pagi, dalam hujan senja. Untuk mengenal dan mengerti arti ketiga kata itu, kuyakinkan untuk mengenalmu lebih dalam lagi. Aku ingin menulis segala apapun tentangmu, dengan hati sebagai mata penaku. Aku ingin menulis segala apapun tentangmu, sebagai hati yang tertulis, untukku

28 March, 2016

.

on 08.35

Masuklah dalam hujan. Meskipun aku berpayung, aku bukan satu satunya yang dalam kebasahan.
Masuklah dalam cinta. Meskipun aku mencintai, tapi aku bukan satu satunya yang terhempas.

Rumaisha Az Sahra
13, March 2016. 22:35

Diari Februari

on 08.27

Apa Kabar Februari?
Dear you,
Sejak napas cinta kau tiupkan, dan menghunjam jantung, itulah awal bahagiaku. Tertulis di wajah pagi, dan kening senja.
Dan,
Di setiap pagi, tulisan kebahagiaan itu menyusup embun tanpamu; hanya aku, ternyata.
Datang dan pergi, begitulah masa lalu membiru-hitamkan tiap lembaran cerita. Dan, kamu tetap berada diantaranya, seperti pagi ini.
Dan,
Di tempat rebahku kini, kamu berpelangi. Selamat pagi, untukmu —-entah untuk yang ke berapa kali. Yang pasti, aku ingin kembali lagi kepadamu, suatu hari nanti.
Selamat datang, Februari.
Jangan pergi. Masih ada hujan untuk kita bersama menari.........

Semesta

on 07.15

Semesta penuh akan cerita -.cerita yang tak pernah usai. Setiap partikel partikel mempunyai kisah disetiap saatnya. Seperti derit daun dan angin ketika berjumpa. Atau riak riak air.

Seperti matahari yang terbit akan selalu terbenam, lalu terbit lagi. Tentang mendung kelabu dan hujan yang digantikan pelangi. Kisah angin disetiap musim. Entah bertemu debu dan daun kering, atau jumpa dengan salju dan ritikan air. Kala dia menyeret nyeret awan untuk bertemu kekasihnya. Mengadu dingin dan panas dan mengantar desau harap kepada Sang Esa.

Lain kisah tentang partikel semesta yang lain. Tentang dua orang yang menggerakkan kaki ke arah yang sama. Bertemu, lalu saling jatuh hati. Tidak ada yang mustahil. Apakah itu dibawah naungan terik, atau kemilau jingga kala senja.

Mungkin jika pernah mendengar, tentang beberapa orang yang saling menumpuk rindu untuk sebuah kebahagiaan bernama temu dan jumpa? Semesta sanggup melukiskan indahnya mata mata lembayung yang menangiskan haru. Hangat menguar ditengah minus sekian derajat melalui pelukan. Dan langkah langkah ringan ketika separuh sol mereka terendam lumpuran salju. Mata memicing iri akan kisah mereka. Juga mungkin mendamba.

Kini, giliranku. Kuceritakan semua resah kepada semesta. Langit dan hujan, angin dan awan. Agar kala kubahagia, mereka bisa kuundang untuk ikut merasakannya. Tak perlu mendamba, ingini kisah yang sudah sudah. Aku ingin menulisnya. Agar semesta punyai ritme baru yang juga, tak kunjung usai.

For someone

on 06.39

Monday, 29 February 2016
21:37

Cause nobody like you, who make me feel much important when he dump me.
Cause nobody like you, who make me happy when nobody understand me.
Cause nobody like you,  who make me know how special am i.

Cause we need each other, please don't leave again. Don't go, be here, in my beside.

dan yang lainnya

on 03.46

Ini bukan tentang puisi Iswadi Pratama dalam buku yang kubawa di sore basah pada hari Kamis yang murah hati itu, meski kamu mungkin akan mendengarku membicarakan buku itu berkali-kali. Aku sungguh ingin kamu membaca buku itu, Kak, aku ingin orang-orang yang kukasihi membaca buku itu. Ada buku-buku yang kurasa akan selalu kusimpan hingga akhir hidup, dan buku itu salah satunya. Karena aku ingin bisa membaginya dengan orang-orang yang kucinta. Karena, seperti waktu yang sempit untuk berbicara denganmu dengan begitu jujur, yang akhirnya kubuat terjadi tempo hari, kesempatan-kesempatan baik tak selalu datang lebih dari satu kali. Seperti buku-buku itu. Yang tidak selalu terpajang di rak terlaris, hampir seperti puisi yang ditulis Iswadi: “…. hanya remah air matamu // sesuatu yang telah kau buang // dan kukekalkan dalam ingatan // yang kelak, mungkin kau rindukan // dan saat itu kau akan mengerti // yang paling berharga tak bisa dimiliki.”
Tak bisa dimiliki.
Ini bukan tentang puisi itu; bukan tentang memilikimu. Ini barangkali hanya ketidakmampuanku merasakan kata-kataku sendiri tiap kita bertatapan, dan aku paling tak suka bila tak bisa merasakan kata-kataku sendiri. Segalanya jadi semacam hilang makna dan aku merasa seperti entitas kosong, kenapa tidak menghilang saja sekalian. Itulah sebabnya kamu lebih sering mendapatiku begitu diam. Maka, ketika kesempatan yang sempit itu tiba, aku ingin ia terjadi.
Sebab kamu berbeda, ucapku.
Seperti ada yang meletup di dalam ketika merasakan kalimat itu keluar, kau tahu. Tak bisa tidak merasakan kegilaannya. Aku merasa perlu menunggu paling tidak setengah menit sebelum bicara lagi, menjelaskan yang sebelumnya terlanjur kulepaskan. Setiap setengah menit itu berlalu, dorongan kata-kata yang hendak tumpah membuat kepalaku sakit. Menyadari; bongkahan-bongkahan rasa kejujuran yang selama ini terus kusimpan sendiri. Yang begitu takut untuk kuperlihatkan karena rasanya bahaya yang mengancam di sekitarnya begitu banyak. Rasanya seperti masuk ke dalam bagian belakang kepalaku yang gelap itu, tempat yang selama ini selalu tersembunyi. Namun, dimana segala hal terasa begitu benar. Begitu asli; inilah keadaanku sebenarnya. Inilah kekacauan yang terjadi sejak bertemu lagi denganmu waktu itu, setelah sekian lama; aku sudah begitu jatuh cinta.
Tentu saja, tidak kuungkapkan semua. Ini aku. Tak akan berani.
Lalu kusadari–ketika berlari pulang ke rumah dengan ponsel yang memanas dalam genggaman–yang kubiarkan terdengar nyata rupanya begitu sedikit. Tak ada cerita tentang gelas kosong yang kini terisi penuh, seperti lagu itu. Aku tak sempat bicara mengapa aku senang mengetes nada di E minor (aku ingin sekali menjelaskannya kepadamu agar kau dengar sendiri). Barangkali, bagimu–dengan kesederhanaan diri yang kau punya–semuanya bahkan tak terlalu bermakna apa-apa.
Padahal aku masih tak berani merasakan kembali kata-kataku sendiri, atau bahkan memandang baris-baris percakapan kita di ponsel. Rasanya seperti sudah keluar telanjang di depan umum.
*
Tapi baru setelah mengungkapkannya, aku benar-benar mengerti.
Memangnya mengapa bila cuma itu yang mampu kubiarkan keluar? Itu yang aku bisa, tapi semuanya jujur. Tak ada yang tidak kulepaskan tanpa aku menanggalkan semua pertahanan diri, dan itu terasa seperti menanggalkan pakaian satu per satu di depan orang asing. Aku tak terlatih melakukannya, maka semuanya canggung dan bodoh. Dan barangkali tak akan ada akibat apa-apa yang kutimbulkan dengan pengakuan demi pengakuan dalam baris-baris itu; aku tetap ingin mengakuinya. Itu tidak pula akan membuatku bisa memilikimu (saat ini juga); tak mengapa. Aku ingin tetap mengakuinya.
Memang ini caraku.
Setidaknya, kamu pasti rasakan juga kejujurannya. Aku yakin itu. Pada suatu tempat dalam hatimu pasti itu membekas. Dan bila itu akan membuatmu berbangga, karena merasa teramat istimewa; rasakan saja. Memang seistimewa itu dirimu.
Aku senang mengetes nada di E minor karena begitulah sapaanmu terdengar.
Minum kopilah denganku, Kak. Aku akan bercerita tentang buku-buku itu, dan penulis-penulis yang kukagumi yang datang dari tanah kelahiranmu. Aku bisa bicara lebih banyak dari dari kebisuan selama ini. Barangkali nanti terlihat juga olehmu, aku tidak segelap itu.
Aku ingin berhenti merasa segelap itu.
*
Aku sudah cinta.
Teramat sangat cinta, pokoknya.