Jarak adalah sesuatu yang amat powerful. Jika ada sesuatu yang tidak bisa dikalahkan oleh cinta, maka jarak lah jawabannya.
Mungkin tidak sejauh Meksiko, dulu, aku pernah merajut hubungan itu. Hanya sebatas Surabaya - Aceh. Dan jarak itu akan menyusut ketika Alvi pergi ke Jogja untuk melanjutkan studi s2 nya. Namun itu tak pernah cukup. Tidak akan pernah menjadi sesuatu yang membahagiakan selain pertemuan itu. Menghadiri wisuda Alvi adalah salah satu impian terbesar Tita.
Memberikan bunga yang sudah kutata rapi, seperti aku biasanya lakukan di pekarangan rumah Dika tiga tahun lalu, kepada Alvi. Lalu ciuman pipi.
Ada banyak hal yang tidak terduga yang bisa terjadi. Tuhan am at jarang memberitahukan rahasia masa depan, Biru. Dan jika Ia memberitahukannya, maka itu adalah sesuatu yag tidak bisa diubah lagi.
"Jarak adalah sesuatu yang amat powerfull, yang membuka seribu kemungkinan. Juga untuk kita berdua. Dan aku masih ingin kembali untuknya, Alvi bilang begitu. Aku tidak percaya, tapi hatiku percaya." Ujarnya.
Kuharap, hingga saat ini semuanya tidak mengubah kita. Jika saja kau tahu, biru, jarak kita lebih jauh dari Surabaya - Aceh.
"Amin," ujar Tita. Sebuah doa lagi dengan tulus, untuk kita.
Tidak banyak orang yang cukup beruntung untuk mendengar kata hati mereka. Atau meraih kesempatan yang tepat untuk membuat keputusan yang tepatㅡyang kemudian mengubah seluruh hidup mereka. Kadang kadang kita menyadari kesempatan itu pada waktu yang tidak tepat, pada saat segalanya sudah terlambat.
Seperti kata Mega, 'nek kasmaran, nyoh ndang kasmaran', kalau jatuh cinta, jatuh cinta lah. Karena mungkin kamu tidak akan jatuh cinta sedalam itu lagi. Karena mungkin itulah yang akan jadi cinta dihidupmu. Untuk cinta yang mungkin akan menjadi cinta dihidupku, Biru, dia berkata amin.
Aku selalu takut kehilangan kamu. Selalu ingin terus berusaha agar tidak kehilangan genggaman tangan itu. Selalu ingin berusaha agar kamu bisa tahu bahwa aku pantas ada disampingmu. Berlalu melewati terik, bertahan melewati hujan. Bukan perkara mudah untuk bertahan, jika kamu tau posisiku. Jika kamu paham situasiku. Situasi dimana bertahan adalah hal yg mustahil. Untuk sekadar berharap saja aku Sudah tidak seharusnya. Tapi aku percaya aku mampu. Aku inginkan kamu, ingin terus merengkuhmu. Ingin terus menikmati setiap degup jantungmu. Ingin menikmati hujan dalam keheningan bersama. Menikmati setiap tetesnya dengan pertanyaan pertanyaan manis, atau pengakuan pengakuan yang menyenangkan. Atau berjalan didepan condominium sambil berpagut dibingkai malam yang semakin larut. Lalu kau memetik setangkai melati untukku. Atau menceritakan tentang kisahmu, atau kuceritakan kisahku. Tidak banyak tuntutan, hanya penuh kenangan manis yang tak bosan kuputar.
Aku masih menginginkanmu, masih ingin memelukmu kala kau terguncang amarah, atau berbicara tentang bintang sirius. Aku tak masalah kala kau lebih asik bermain dengan kucing liar ditaman itu. Aku akan memetik rumput sehelai demi sehelai, mengurangi kebosanan.
Aku tak pernah tidak mempercayaimu. Bahkan kala kau tak benar benar mempercayaiku.
Atau kini, kau membenciku.
Aku tak pernah tahu, sebodoh apa aku hingga sanggup menunggumu begitu lama. Mempercayai keajaiban Tuhan yang selalu kau ucapkan. Yang aku sendiri tak pernah yakin jika Tuhan akan selalu ikut campur akan kisah kita.
Keajaiban Tuhan tak pernah ditebak, jika kau tahu. Atau mungkin takdir dan keadaan yang terlalu enggan untuk merestui kita lagi. Kesalahan kesalahan yang kita perbuat, yang menuntun kita menuju gerbang kedewasaan.
Hingga akhirnya kita berada pada titik klimaks. Aku selalu percaya, bahwa Tuhan sebenarnya adil. Tak inginkan siapapun terlukai. Hanya inginkan kita lebih mempercayai takdir, dan keadaan. Mungkin di titik klimaks ini, Dia akan menguji kita. Jika kita bertahan, maka Ia akan membantu kita. Memberikan keajaibannya kepada kita.
Tuhan pun tahu, tak seharusnya aku berharap meminta keajaibannya.
Tapi kali ini aku membutuhkannya. Aku tak pernah merasa sehampa ini. Mencintai tanpa berani berharap. Merasa terlalu berdosa untuk merengkuh pinggangnya erat, menggenggam jemari kurusnya, merangkum wajah kerasnya.
Melakukan apa yang sewajarnya dilakukan para manusia yang saling mencintai.
Perlukah kuusik Tuhan agar mengijinkan aku berharap, agar kita punya keajaiban itu? Atau memang jika kita tidak seharusnya bersama, berikan kami keajaiban lain?
Tapi tolonglah aku, Tuhan. Jangan pernah buat sesal atas segala yang pernah kupilih..
Aku mencintainya.
I really love him, and when I said it, I cry.
It mean, I really mean it...
Akan selalu jadi seperti ini, hubungan ini.Dalam pikiranku hanya tumbuh ketakutan ketakutan yang akan membuatmu pergi. Kesalahan kesalahan yang kuperbuat, yang akhirnya enggan membuatmu enggan mempertahankan ku.
Begitulah. Pertengkaran kecil yang seharusnya bisa membuat kita saling memahami dan mengimbangi kelemahan masing masing. Tapi ini hanya membuatku takut. Takut kelak kau akan melepas tanganku, mengenyahkan aku jauh dari pikiranmu.
Yang berakhir, aku akan merasa sia sia meyakini kau yang terbaik.
Aku merasa sedang berjuang, bersaing, untuk mendapatkan kamu. Bersaing mendapatkan keyakinanmu. Bersaing secara tak kasat mata. Namun aku selalu diliputi rasa takut, rasa was was jika saja aku kelak membuat kesalahan. Karena nantinya akan berakhir seperti ini.
Tahukah kamu, sayang, aku juga berdosa. Bertahan demi kamu, aku sudah berdosa. Berharap akan bersamamu pun aku sudah tak pantas. Aku sudah cukup tersiksa, sudah cukup banyak terluka. Sudah cukup berat menanggung perasaan bersalah dibalik tenangnya sikapku. Bahkan meminta Tuhan untuk kembali campur tangan atas takdir kita yang lebih baik pun aku sudah cukup malu. Jadi jangan terlalu siksa aku, jangan terlalu gegabah dalam menyikapi kesalahanku. Tolong bantu aku dengan lebih mengerti. Hanya itu.