Hai, tahu kamu, telah lama aku tidak seperti ini.
Telah lewat tahun panjang yang panas ketika aku merasakan hatiku sama
angkuhnya dengan matahari. Hari-hari ketika aku benar-benar mengira
panas kami bisa mencairkan es di kutub-kutub bumi, dan aku tetap tidak
peduli. Aku merasa nyaman seperti itu. Diam tidak terganggu, dengan
hujan yang tak sempat datang sebab awannya tak pernah lama bertahan.
Terus berpendar setiap hari, berputar dalam orbit yang sama, dengan
kesombongan tak terkira. Orang-orang menggantung hidup mereka pada nyala
kami. Sebab itu yang mereka bisa.
Lalu kamu kembali.
November dengan titik-titik uap di langit-langitnya, dirimu itu. Awan
berat yang tak kusangkakan arak hadirnya. Dinginmu menggigit tepi-tepi
pagi, dan aku tidak suka.
Tak lama, hujanmu jatuh.
Aku sungguh tak terbiasa.
Lama kukurung diriku, mencari tahu kemana arah gerakmu.
Gerimis-gerimis yang hadir serta-merta, lalu derak rinai yang tiba-tiba.
Aku menutup jendela-jendela, mengunci pintu-pintu, terlalu takut kamu
akhirnya mendapatiku. Tak tahu lagi bagaimana harus memperlihatkan diri.
Hingga suatu pagi.
Pikirku, ini waktuku bersinar lagi. Mengumpulkan kekuatan, melawan
ketakutanku sendiri. Bilah-bilah pintu, jendela-jendelaku telah membeku.
Kupulihkan pelan-pelan pertahanan diri, siapa tahu hatiku terlalu rapuh
berada di luar itu.
Akhirnya kubiarkan mereka terbuka.
Dan dirimu berdiri di sana.
Kamu terlihat mempesona.***
0 komentar:
Posting Komentar