“Cinta
itu egois, Leon. Nggak ada orang yang jatuh cinta itu nggak egois.Cinta
menununtut orang yang dilanda cinta untuk egois.”
Leon masih diam tak bergeming dijendela
kamarnya. Melihat langit malam yang berwarna oranye dengan diiringi oleh
gemericik air mancur buatan dipelataran rumahnya dan gesekan ranting yang
tertiup angin malam. Berusaha mencerna kata kata Seza.
‘Cinta
itu butuh ambisi.’
Yang
butuh ambisi itu cinta, kan? Cinta itu seperti apa sih bentuknya?
Leon masih merasakan angin malam yang perlahan
menurunkan suhu badannya. Merangsek masuk melalui pori-pori kulitnya secara
perlahan. Dan Ia tak memperdulikan hal itu. Pikirannya masih menerawang,
berusaha mengenali dirinya sendiri. Mengenali perasaan yang mengubahnya,
mengubah cara berpikirnya, mengubah ego-nya. Mengubah semuanya.
Ia lupa menanyakan kepada Seza, apa cinta
mengubah cara pandang seseorang mengenai semuanya.
Dad? Dia
bahkan diujung hidupnya, ia masih menenggak Wine dan menyembulkan wajahnya dari
botol Wine sesaat sebelum nyawanya enggan bertahan lebih lama diraganya.
Bagaimana aku bisa belajar tentang cinta kepadanya? Aku yakin Dad tidak pernah
paham definisi cinta yang sebenarnya. Dad juga, aku yakin dia tidak pernah
merasakan cinta yang sebenarnya.Dia hanya tau wanita murahan di pub yang bisa
memuaskan nafsunya. Dia, menjijikkan. Aku tidak ingin membuang waktuku sia-sia
hanya untuk mengingatnya.
Dan Mom?
Aku merindukannya. Tapi...Mom jelas tidak bisa menjelaskan apa itu cinta yang
sebenarnya.........
Entah mengapa Leon masih merasa takut untuk
merasakan cinta. Menikmati rasanya bunga bunga cinta. Ia takut suatu hari nanti
ia terjebak di cinta yang salah seperti yang telah terlukis dimasalalunya.
Cerita cinta Mom-nya.
Apa
kelainan Mom bisa menular padaku? Tanyanya dalam hati.
Ia sadar ia telah dewasa. Ia pantas tau
rasanya jatuh cinta. Tapi sekan akan masa lalu menahannya, menjeratnya untuk
kembali melihat goresan cinta dimasa lalunya yang terlukis kelam. Bukan goresan
cinta yang ia buat sendiri, tetapi buatan kedua orang tuanya.
Kini bertambahlah pertanyaan yang ia masih
takut untuk tanyakan kepada Seza.
Apakah
cinta masih menerima orang dengan masalalu kelam sepertinya? Apakah cinta masih
mau menghangatkan hatinya yang selama ini terbengkalai dan menjadi puingan
dingin nan beku? Apakah cinta masih sudi menuntunnya menuju kebahagiaan?
Apakah
itu tidak mustahil?
0 komentar:
Posting Komentar