Kita - Kamu & Aku

on 23.32

Lagi, tentang kita
Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memperhatikan beberapa tulisan berlalu lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata, terangkai menjadi kalimat. Dan entah mengapa, sosokmu selalu berada disana. Berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudefinisikan lagi.
Ini bukan yang baru bagiku. Duduk berjam jam, tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti ganti wajah sejak tadi. Namun aku tetap menunduk, mencoba tak memperhatikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati salah sendiri.
Tentu saja, kamu tak merasakan apa yang aku rasakan. Juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semuanya terasa jadi lebih berarti? Seakan akan, aku tak pernah peduli. Seakan akan, aku tak mau tahu. Seakan akan, aku tak miliki rasa perhatian.
Bagiku, sudah cukup seperti ini. Cukup ‘aku’ dan ‘kamu’, tanpa ‘kita’.  Kali ini aku tidak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita banyak hal yang mungkin saja sulit kau pahami. Karena aku sangat tahu, kamu sangat sulit diajak basa-basi. Haha, apalagi jika berbicara tentang cinta mati.
Aku yakin, kamu akan menutup telinga dan membesarkan volume lagu lagu yang bernyanyi, bahkan tanpa lirik yang tak bisa kau terjemahkan sendiri. Aku tidak akan tega membebanimu dengan cerita cerita eksel dengan ansambel yang selalu kau benci. Seperti dulu, saat aku bicara cinta. Dan kamu malah tertawa. Seperti saat kita masih bersama, aku berkata rindu, kamu menulikan telinga.
Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kau dengar sebagai pengantar tidurmu. Kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata, bukan? Bagaimana jika kualihkan air mata menjadi senyum pura pura? Tentu saja, kau tak akan bisa melihatnya. Sejauh yang aku tahu, kamu tidak peka. Dan mungkin saja, sifat burukmu masih sama, walaupun kita sudah lama saling memisah dan tak bertatap muka.
Entah mengapa, akhir akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengarkan suaraku sendiri. Namun, aku masih saja heran, dalam gelap malam ternyata ada banyak cerita yang sudah kulewatkan. Ini.....tentang kita.
Ah, sekarang kamu pasti sedang buang muka, tak ingin melihat lukisan cacat dimasa lampau. Akupun juga begitu. Tak ingin membuka luka lama. Tak ingin menyentuh bayang bayangmu yang semakin samar samar. Tak ingin mereka-reka senyum dan ramahmu, yang tak seindah dulu.
Kalau boleh jujur, kita dulu begitu akrab, di otak, mata dan pikiranku. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat mendalam, sampai sampai tak mampu terhapus begitu saja oleh waktu dan jarak. Sudah kesekian kali, aku menyebut nyebut namamu dalam sepi. Dan membiarkan kenangan terbang menggelitik geli dimanja angin. Tertiup jauh, namun mungkin akan kembali.
Wajah baruku bisa kau lihat kembali. Lebih hangat dan semangat daripada disaat awal kau kusadari mulai menjauh dariku. Berbicara tentang perpisahan.....benarkah kita telah berpisah? Benarkah kita sudah saling melupakan? Jika memang ada kata saling, tapi mengapa hatiku masih ingin mengikatmu? Dan mengapa saat ini aku tak benar benar ingin menjauh. Kadang jarak tak pernah menjadi alasan kita tak bisa saling berbagi, kecuali aku terlalu hina untuk kau ingat pernah ada dihari hari menyenangkanmu lagi.
Dalam sebuah ketidak jelasan, aku dan kamu sepertii menjalani sesuatu yang..... sesuatu yang entah disebut apa. Tapi kupikir kau benar benar tak harapkan aku hadir lagi dihidupmu seperti dulu walaupun ada rasa nyaman yang kurasakan ketika kita berdekatan. Seperti ada yang hilang lalu kembali menyatu, walaupun aku yakin itu tak pernah bertahan lama..
Terlalu tololkah jika kusebut belahan jiwa? Keterikatan aku dan kamu tak pernah ada dalam status. Tapi...jiwaku, nafasku, kerinduanku masih memiliki detak yang sama setiap harinya, walaupun kekecewaan itu muncul ketika kuketahui itu semua tak akan berbalas. ‘aku’ tak akan kamu ubah menjadi ‘kita’. ‘aku’ hanya akan jadi ‘aku’ yang terlalu lemah untuk mencabut kamu dari kenangan kita yang merubah hidupku.
Tak perlu dibawa serius, ini hanya rangkaian beberapa paragraf bodoh yang kubuat untuk menemani aku dari kesepian dan kesunyian yang sayup sayup memanggil. Sulit untuk dipungkiri, sejak aku dan kamu telah sendiri sendiri, sejak aku dan kamu memilih jalan kita sendiri, aku malah sering main dengan sepi.

J

0 komentar:

Posting Komentar