Times After Times

on 23.50



Terasanya, telah panjang jejak waktu sejak hari itu.

Terasanya, telah panjang jejak waktu sejak hari itu.
          Jelas sudah ratusan kali aku mendengarkan Valse in A flat Major no 16 opus Posth dan ratusan Études karya Liszt atau Chopin. Dan pagi ini sudah kesekian kali aku terbangun sendiri.   Namun kali ini rasanya berbeda. Kepada diam di tepian jendela, di sunyi kisi-kisinya dan dan matahari yang sendu, yang begitu sendiri.
Dering ponsel telah membangunkanku kali ini. Namun itu bukan darimu.
Karena kini kau sudah tebang bagaikan burung gereja yang meninggalkan tempat bernaungnya yang sepi dan angkuh. Katedral yang kuno dan dingin, seperti itulah aku –mungkin. Tak cukup hangat, buatmu.
Diseberang, nyonya Kwon sudah menguliahiku tentang pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. “Dan juga, Minah-ssi, ah-ya saya lupa, Seungjae sepertinya sedang sakit hari ini. Di persidangan yang akan Ia hadapi sekarang daripada harus tertunda, jadi kuharap kau mau menggantikannya. Kau kan kekasihnya?
Apa katanya? Kekasih?
“Jadi kupikir ada baiknya kau segera bangun hari ini. Maafkan aku, aku sangat tidak sopan..”
….
“Baiklah..” ujarku lemah.
Tuhan sesungguhnya bersama orang-orang yang Move-On.
Karena hanya Ia-lah (dan jutaan orang patah hati di bumi ini) yang mengerti beratnya menjalani  hari-hari pasca putus. Dan disinilah aku sekarang. Dibalik kemudi Pontiac Solstice-ku, terjebak di lampu merah; memandangi orang yang berlalu lalang diatas zebra cross. Di hari-hari sebelumnya akan selalu ada kau. Akan ada Seungjae.
Tapi tidak segila itu, aku tidak akan membiarkan dia selalu menguntitku. Maksudnya, aku akan selalu mencium cologne atau fenomonnya yang seksi setiap harinyac. Di mantel-nya atau saat  Ia memelukku. Aku membuka box kecil dibawah radio, dan menemukan permen mint-mu ada disana. Ada dua butir.
Hari ini adalah hari penuh perjuangan. Bahkan saat aku mengetahui Seungjae tidak akan pergi ke kantor hari ini. Apalagi, jika nantinya Ia akan pergi ke kantor? Membayangkannya saja sudah membuat kepalaku pening.
Lampu berganti hijau. Aku menarik pedal gasku. Melajukan Solstice-ku ke tengah jalanan kota Seoul. Sudahlah, kau jangan lembek!

***

Kantor pengacara “Mila Kwon & Co” merupakan kantor bagi pengacara – pengacara terbaik seantero Korea. Bukan hal asing jika saja aku menemukan Joel Segal atau Ana Quincoces disini. Karena pengacara terkenal seperti Cherie Blaire saja pernah dibantu oleh Seungjae dalam menangani kasusnya.
                Kenapa harus dia lagi?
                Aku mengutuk diriku jika saja aku terus mengingat semua hal yang berbau tentang dia.
                “Annyeong Haseyo, Minah-yaa!ini berkas dari kasus yang harus kau hadapi. Kasus pidana, masalah pelelangan yang dilakukan bank.” Taeyeon Kim selaku sekertaris menghampiriku, lalu dilanjutkan menyodori aku sebuah map tebal.
                “Uh-thanks!
                “Yap. Aku harap, Ibu Mila sudah member tahumu kasus Yo-..”
                “Aku sudah dengar.” CUKUP. JANGAN NAMANYA LAGI.
                “Baiklah…” Lalu sekertaris Kim meninggalkanku. Duduk manis di mejanya. Hening mengisi bilikku, dan sekitarnya. Aku mulai membuka map itu dan akan mempelajari isinya jika saja..
                “Hai Sayang?...Astaga? apa kau sakit?”
                Sial!
“Iya, aku merindukanmu juga.. nanti kujemput ya, kita makan di…”
Aku melongok kea rah depan bilik, melihat sosok Choi Young-Jae dengan manisnya senyum senyum sambul berbicara dengan sosok ‘sayang’ disebelah sana.
Biasanya aka nada aku dan Seungjae yang lebih manis daripada itu, kan?
Aku memijit pelipisku pelan. Sabar..sabar..
***
“Jadi nanti jam berapa kau akan ke flat milik Seungjae? Membelikannya bubuk cokelat dan menyeduhnya disana. Dia pasti akan segera sembuh!” Kim Jongdae kini sudah ada didepan meja bilikku, memberikan secangkir moka hangat yang akan selalu menjadi kesukaanku.
Dan Seungjae. Nggak kok! Seungjae lebih suka cokelat hangat.
Tetap tenang, ini pasti akan terjadi. Untuk bias moving on, hal pertama yang orang harus lakukan setelah putus cinta dan menghadapi berbagai musibah adalah…..move on. Itu dimulai dengan lapang dada. Apa adanya, jangan menyangkal –– demikian para kata motivator yang kebanyakan adalah seorang jomblo.
“Jong-chan, we’re…” aku menarik nafas berat, “we’re done.”
Selanjutnya, buru-buru Sehun meletakkan cangkir berisi latte-nya ke mejaku.
Sunyi.
Tapi hanya sejenak. “Done? With Seungjae?”
“No, with Johnny Deep. Memangnya siapa lagi yang kemarin jadi pacarku?”
“Tapi, Minah, this is Seungjae we’re talking about? Yook Seungjae, you na mean?”
“Terus kita memangnya lagi ngomongin siapa? Lionel Messi?”
Jongdae meneguk Latte-nya. Hanya sebentar. “I meant, Seungjae, Min. He’s like…he’s like crazy about you!”
“Jongdae-Hyung, bapak Daniel Cho mengatakan, kau harus segera cek email kantor.” Begitu kata Choui Young-jae. Aku melongok ke arahnya sebentar lalu kembali mengamati paparan kasis pidana dihadapanku.
Namun, bermoduskan cangkir Latte-nya, aku mendengar Jongdae berbisik pelan, “Memang penyebabnya apa sih, Min?”
Aku sedang ingin melanjutkan hidup, Ya Tuhan..
“Siapa yang memutuskan hubungan duluan?”
Aku ingin membuka mulut, namun teleponku berbunyi. Suara nyonya Kwon terdengar diujung sana.
***

Telepon dari nona Kwon tadi membuatku tergesa-gesa umtuk menemuinya di ruangannya. Sekalipun aku hari ini hanya menggunakan canvas pink shoes keluaran Channel dan dress paling ringan yang pernah dikeluarkan oleh The Executive.  Namun rasanya badanku ingin tumbang dan tidak seimbang. Seperti perpaduan menggunakan Pigalle Spikes-nya Loubs dan mermaid skirt dress keluaran D&G.
Entah bagaimana awalnya, tiba tiba aku sudah tergelincir dan jatuh menuruni tangga. Sampai ke lantai bawah, dan menabrak manager Daniel Cho, beserta cangkir kopinya. Dan berakhir dengan siraman kopi hitam pekat ke kulit bahuku. Rasanya ingin melepuh saking panasnya. Dan harus kuakui itu, semarah apapun, Daniel Cho adalah bos ku, dan tidak seenak itu aku bisa memarahinya.
Setelah meminta maaf kepada Manager Daniel Cho yang masih terpaku antara sadar dan tidak, lalu berlari menaiki tangga. Sesampainya di ruangan Nyonya Kwon, aku menghentikan langkahku. Dengan kesal aku melompat kea rah ruangan setelah mendorong pintu kuat kuat.
…dan, kali ini, mendapati Nyonya Kwon meringis-ringis, terkapar di lantai.
Somebody please kill me now.
http://www.alabamarespite.org/images/k3206382.jpg
Jadi ceritanya, Nyonya Kwon tertarik dengan suara rebut rebut yang terjadi di lantai bawah dan suara jeritan suara perempuan. Namun ketika ia akan membuka pintu, aku juga sudah ada di balik pintu sisi berbeda dan mendorong pintu kuat kuat. Membuat perempuan itu limbung.
Ini kesalahanku sih, aku tidak mengetuk pintunya.
Aku diijinkan pergi ke pengadilan saat itu juga, karena memang aku harus menguasai klien yang akan aku bela nantinya.dan begitulah. Aku masih merenungi kesialanku dari pagi saat aku berkendara ke kantor pengadilan. Solsticeku yang malang menabrak sebuah mobil box dan mengharuskan aku meneruskan perjalananku menggunakan kereta karena mobilku diderek.
Sialnya lagi, salju turun dan aku tidak membawa mantel.
Hari ini kenapa?
Setidaknya aku sedikit puas karena siding yang kuhadapi hari ini masih bias aku handle. Bukan kasus yang susah, malah tergolong kasus yang cukup biasa aku tangani. Aku keluar kantor pengadilan ketika aku selesai menyalami semua klienku. Dan berusaha menahan dingin ditengah salju turun dengan angin muson yang sangat dingin. Namun diluar sudah ada seseorang yang menungguku. Kim Jongdae. Dengan menggunakan kaus putih dan celana hitam, dipadu dengan jaket kulit non-formal. Beda sekali dengan penampilannya di kantor tadi.
Aku menghampirinya. Dan masuk ke mobilnya.
“Yo, Kid! Tadi aku dapat telfon dari polisi jika mobilmu diderek. Aku belum bias mengambil mobilmu, tapi besok mungkin kau bias mengambilnya.”
Good news!
“aku bias mengantarmu sampai rumah Seungjae. Aku terlalu malas untuk putar balik kearah rumahmu..”
What?
“Sekalian ini, mantel Seungjae ada di mobilku. Aku rasa sih ketinggalan.. nanti sekalian kembalikan ya?”
……
Semesta, hari ini kenapa?
***
Hari ini berakhir setelah beberapa kesialanku. Mulai dari kasus dadakan, hingga aku harus beku kedinginan menyusuri jalan setapak menuju Flat milik Seungjae.
Flatnya berwarna merah bata, dengan tangga berisikan lima anak tangga di depan pintu. Dan satu lonceng di atas pintu. Aku membunyikannya.
Sedetik kemudian, Seungjae sudah ada di hadapanku.
“Jong-chan titip ini…” aku menyerahkan mantelnya, tadi aku disuruh Nyonya Kwon buat ngegantiin kamu di siding pelelangan bank itu, aku nggak ngerti masalahnya apa. Aku nggak bias paham apa yang sudah kamu putuskan di siding sebelumnya. Berantakan banget. Aku juga gak bias konsen soalnya Jong-Chan selalu nanyain aku tentang kita..”
“Tentang…kita?”
“Iya, tentang kita. Aku cerita ke dia. Bodoh ya? Aku bilang, kita putus, dia lalu Tanya, putus kenapa, tapi aku nggak jawab. Terus Tanya lagi, siapa yang putusin, terus aku bilang, aku sih.. saking gugupnya aku juga tadi jatuh dari tangga, kakiku sakit rasanya, terus aku bikin pak Daniel Cho tumbang juga, alhasil kopi panasnya tumpah di bahuku. Panas, rasanya mau melepuh..”
“Terus sekarang gimana?”
“Aku nggak papa sih, Sekarang udah mendingan. Aku juga tadi nabrak Nyonya Kwon sampai dia meringis. Tapi kayanya bukan l;uka berat, dikompres juga baik baik aja, pakai air es. Terus pas aku ke kantor pengadilan, aku menabrak mobil box. Padahal itu mobil mahal. Akhirnya aku jalan ke kantor pengadilan sambil nahan dingin. Aku nggak bawa mantel…”
“Kenapa nggak bawa mantel?”
“Aku nggak tau, tapi, aku—aku—“
Kalimatku terhenti, capek juga mengoceh. Aku pun mengangkat wajah. Seungjae tak lagi menginterupsi, tak lagi berkata-kata. Ia hanya sepasang mata yang menatap; diam, dalam. Hening. Di detik itu, aku pun tahu, aku telah jatuh…. Bodo amatlah.
“Aku… kangen sama kamu.”
Itu kata kata paling gila. Aku mengangkat wajah. Menunggu. Siap-siap diusir. Menyiapkan kata-kata pembelaan diri….
“Kamu mau masuk dulu?”
Hanya itu yang diucapkan Seungjae. Aku  tercengang. Hendak melepas sepatu, masuk, mengikuti si pemilik kamar, namun seketika itu aku tahu, ada yang lebih penting yang perlu aku lakukan saat ini.
Yaitu, menghambur ke dalam pelukannya. Pelukan Seubgjae berarti bau denomon nya yang seksi.
Aku sungguh merindukannya.
Ketika Seungjae membalas lingkaran lenganku, aku pun tahu, aku memang tak bisa lepas.
Memang disini tempat hatiku.***

0 komentar:

Posting Komentar