27'ish

on 10.23

Aku selalu takut kehilangan kamu. Selalu ingin terus berusaha agar tidak kehilangan genggaman tangan itu. Selalu ingin berusaha agar kamu bisa tahu bahwa aku pantas ada disampingmu. Berlalu melewati terik, bertahan melewati hujan. Bukan perkara mudah untuk bertahan, jika kamu tau posisiku. Jika kamu paham situasiku. Situasi dimana bertahan adalah hal yg mustahil. Untuk sekadar berharap saja aku Sudah tidak seharusnya. Tapi aku percaya aku mampu. Aku inginkan kamu, ingin terus merengkuhmu. Ingin terus menikmati setiap degup jantungmu. Ingin menikmati hujan dalam keheningan bersama. Menikmati setiap tetesnya dengan pertanyaan pertanyaan manis, atau pengakuan pengakuan yang menyenangkan. Atau berjalan didepan condominium sambil berpagut dibingkai malam yang semakin larut. Lalu kau memetik setangkai melati untukku. Atau menceritakan tentang kisahmu, atau kuceritakan kisahku. Tidak banyak tuntutan, hanya penuh kenangan manis yang tak bosan kuputar.
Aku masih menginginkanmu, masih ingin memelukmu kala kau terguncang amarah, atau berbicara tentang bintang sirius. Aku tak masalah kala kau lebih asik bermain dengan kucing liar ditaman itu. Aku akan memetik rumput sehelai demi sehelai, mengurangi kebosanan.
Aku tak pernah tidak mempercayaimu. Bahkan kala kau tak benar benar mempercayaiku.
Atau kini, kau membenciku.
Aku tak pernah tahu, sebodoh apa aku hingga sanggup menunggumu begitu lama. Mempercayai keajaiban Tuhan yang selalu kau ucapkan. Yang aku sendiri tak pernah yakin jika Tuhan akan selalu ikut campur akan kisah kita.
Keajaiban Tuhan tak pernah ditebak, jika kau tahu. Atau mungkin takdir dan keadaan yang terlalu enggan untuk merestui kita lagi. Kesalahan kesalahan yang kita perbuat, yang menuntun kita menuju gerbang kedewasaan.
Hingga akhirnya kita berada pada titik klimaks. Aku selalu percaya, bahwa Tuhan sebenarnya adil. Tak inginkan siapapun terlukai. Hanya inginkan kita lebih mempercayai takdir, dan keadaan. Mungkin di titik klimaks ini, Dia akan menguji kita. Jika kita bertahan, maka Ia akan membantu kita. Memberikan keajaibannya kepada kita.
Tuhan pun tahu, tak seharusnya aku berharap meminta keajaibannya.
Tapi kali ini aku membutuhkannya. Aku tak pernah merasa sehampa ini. Mencintai tanpa berani berharap. Merasa terlalu berdosa untuk merengkuh pinggangnya erat, menggenggam jemari kurusnya, merangkum wajah kerasnya.
Melakukan apa yang sewajarnya dilakukan para manusia yang saling mencintai.
Perlukah kuusik Tuhan agar mengijinkan aku berharap, agar kita punya keajaiban itu? Atau memang jika kita tidak seharusnya bersama, berikan kami keajaiban lain?
Tapi tolonglah aku, Tuhan. Jangan pernah buat sesal atas segala yang pernah kupilih..
Aku mencintainya.
I really love him, and when I said it, I cry.
It mean, I really  mean it...

0 komentar:

Posting Komentar