Tak terbendung

on 19.46

Dalam bahasa hiperbolisme, rinduku menyeruak.  Terlalu penuh, terlalu banyak hingga membuatku sesak. Hingga membuatku tak bisa banyak memilih kata. Hingga semuanya terasa menggebu gebu inginkan temu.

Bahagiamu kala kau tertawa denganku, sayang. Kutahu itu. Hati tak akan bertahan dalam kesepian. Tanpa sengaja ku tawarkan rasa hangat itu. Ku rangkulkan ke lehermu. Dan kau mulai terlena. Dan aku makin menyukainya. Pada akhirnya aku yang harus pergi. Tak pernah ada niat untuk menjadi penengah. Untuk menjadi pilihan kedua. Untuk membuat hatimu bercabang. Untuk meminta genggaman tanganmu dibagi kepadaku.

Namun kala aku pergi, kala aku berharap untuk tak kembali, kudengar kau layu, sayang. Tak lagi bergairah. Begitu dingin, begitu asing, begitu angkuh. Apa kau mulai dilenakan olehku sayang? Apa sang kekasih tak pernah mengisi sepi sepi harimu lagi sehingga hampir semuanya terkikiskan olehku?

Aku seperti pendosa menginginkanmu. Seperti pendosa, yang menginginkan pelukanmu setiap hari. Aku tak berhak untuk saat ini sayang. Walau kita tahu, kedua dari kita inginkan bersama. Bahkan untuk mengakui cinta kepadamu, aku terlalu takut akan karma.

Jadi kutuliskan dengan tulus, bahwa aku mencintaimu. Dan jika ku kembali, kurangkulkan hangat yang pernah kubawa pergi. Dan kupinta genggaman yang coba kulupakan, nanti, lagi.

Aku berharap semesta akan merestui kita untuk bahagia.

0 komentar:

Posting Komentar